Senin, 16 November 2009

GERD (GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE)

HANYA satu persen masyarakat Indonesia yang memahami GERD, suatu gangguan kesehatan akibat meluapnya asam lambung yang diderita empat juta orang Indonesia. Asam lambung dalam jumlah cukup diperlukan agar tubuh dapat mencerna makanan dengan baik.

Namun, jika berlebihan, asam lambung yang seharusnya berdiam di dalam lambung dapat meluap hingga keluar dari katup lambung dan menyebar hingga ke organ-organ tubuh lainnya.

Spesialis penyakit dalam dari divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Jakarta, Dr H Ari Fahrial Syam SpPD KGEH MMB, mengungkapkan, penyakit akibat asam lambung umumnya mengenai tiga lokasi, yakni usus dua belas jari, lambung, dan kerongkongan.

Dyspepsia atau penyakit maag yang ditandai dengan rasa nyeri atau perih di lambung mungkin sudah populer di telinga masyarakat. Lain halnya dengan GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) yang mungkin masih asing di telinga orang awam. Menurut Montreal Definition, GERD diartikan sebagai kondisi adanya aliran balik (reflux) dari isi lambung ke kerongkongan yang menyebabkan gejala mengganggu hingga terjadi komplikasi.

"Keluhan utamanya adalah rasa panas (heartburn) pada tulang belakang dada,yang terkadang disertai pahit atau enek seperti mau muntah akibat asam lambung yang naik ke kerongkongan," kata Ari dalam acara talkshow kesehatan tentang GERD yang diselenggarakan PT AstraZeneca Indonesia di Jakarta, Senin (4/5/2009).

Aliran balik tersebut tak hanya memicu sindrom GERD yang ditandai nyeri dada seperti terbakar tadi, melainkan juga menyebabkan luka pada kerongkongan (esofagitis). Imbas lainnya adalah atypical syndrome (seperti asthma reflux) yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari dan sulit diobati. Reflux esophagitis itu sendiri merupakan proses terjadinya erosi atau kerusakan pada dinding dalam kerongkongan akibat kerap terpapar asam lambung.

Jika tidak diterapi dengan baik, dapat menyebabkan komplikasi seperti penyempitan dan perdarahan pada kerongkongan, serta kondisi yang disebut Barrett's esophagus, yakni terjadi pembentukan jaringan pada dinding kerongkongan seperti yang ditemukan dalam usus.

"Perlukaan pada kerongkongan tadi jika terus berlanjut tanpa ditangani dalam jangka panjang berpotensi memicu terjadinya kanker kerongkongan," katanya.

Ari mengingatkan, GERD adalah penyakit kronis yang bisa mengarah pada komplikasi yang dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Gejala GERD sangat samar dan umum, kendati ada beberapa yang bisa ditengarai sebagai kekhususan. Tak heran, sering kali pasien menyamakan pengobatan untuk kasus yang dialaminya dengan obat yang dijual bebas di pasaran (over the counter/OTC).

Demikian halnya gejala yang tersamar acap kali membuat pasien atau bahkan dokter salah menduga. Misalkan, seseorang yang mengalami suara serak tidak musti disebabkan infeksi saluran napas akibat virus misalnya, boleh jadi asam lambungnya yang bermasalah.

"Saat batuk atau pilek, asam lambung juga cenderung meningkat. Jika terdapat gejala seperti tiap pagi mulut terasa pahit, dada tidak nyaman, apalagi disertai penurunan berat badan, patut dicurigai kemungkinan Anda terkena GERD," papar Ari seraya mengungkapkan serangan GERD bisa terjadi beberapa kali dalam sehari, kendati produksi asam lambung biasanya memuncak pada pukul 22.00-23.00 (malam).

GERD dapat menyerang siapa pun tanpa mengenal kelompok usia. Namun, hingga kini angka prevalensi GERD belum diketahui secara pasti. Di negara-negara Barat sekitar 10 persen-20 persen populasi orang dewasa mengalami heartburn secara teratur setiap minggu. Sementara di Asia Timur angkanya berkisar dua persen-enam persen.

Sejumlah kalangan memperkirakan reflux esophagitis dirasakan oleh 50-65 persen penderita GERD. Saat ini di Indonesia juga belum ada angka pasti jumlah penderita GERD. Namun, menurut Ari, dari hospital base yang dapat ditelusuri, terdapat sekitar 20 persen dari total pasien yang berobat ke Departemen Ilmu Penyakit Dalam menyampaikan keluhan gejala GERD, mulai tingkat ringan hingga parah.

Hal senada dikemukakan Medical Affair PT AstraZeneca Indonesia, dr Mary Josephine. Menurut dia, pemahaman GERD di Indonesia memang masih sangat rendah, yakni hanya satu persen. Angka ini jauh lebih kecil dibanding negara Asia lainnya seperti Filipina (17 persen) dan Taiwan (13 persen). Padahal, saat ini sekitar empat juta orang Indonesia terserang GERD, tanpa mengetahui bagaimana metode penatalaksanaan gejala yang efektif.
http://lifestyle.okezone.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar