Minggu, 28 Februari 2010

Winter Coughs - Not A Good Wheeze!

It's not just horseback riders that cough and wheeze at this time of year. Respiratory problems are common in horses as well. Loss of performance may be the first sign that something is wrong. Mildly affected animals may cough occasionally when eating or when starting work. As the condition gets worse they may cough almost continuously.

Why is coughing such a problem in the winter? We need look no further than the changes in management that accompany the colder weather. Horses spend more time inside, often stabled in close proximity to their companions, giving any infection the opportunity to spread. They are exposed to irritants and allergens in the hay and bedding.

Recurrent airway obstruction (also known as COPD, or chronic obstructive pulmonary disease) is the horse equivalent of human asthma . It is an allergic condition, in which the horse reacts to small particles in the air. Chief among the culprits are fungal spores from the hay. This is a problem that seems to be becoming more common - probably due to the lack of good hay for horses.

We seem to have lost the ability to make good hay. Much of the hay fed to horses is dusty, and liberally sprinkled with fungal spores. Under poor storage conditions toxins such as lipopolysaccharides (LPS) can accumulate. These can cause inflammation of the respiratory tract.

Dust from the bedding may make the problem worse. It's important to keep the bed clean and dry. Replacing dusty straw with clean shavings may be a good idea. But if the shavings are allowed to build up into a soggy deep litter bed the ammonia and endotoxins may cause more irritation than the straw ever did, and may make matters worse.

When assessing the air quality in a stable, remember that the horse spends much of his time with his nose close to the ground. The air you breathe in the middle of the stable may be completely different from the air the horse breathes when he's sniffing around the floor or eating his hay.

It can be difficult to differentiate between infectious or environmental causes of coughing. What can be done to investigate the problem? The vet will observe your horse breathing and listen to the chest with a stethoscope. (This is not the time to talk to him or her!)

Respiratory infections may also be involved - in particular, viruses such as influenza, and equine herpes virus. If an infectious disease is suspected, swabs can be taken from the nose to try to identify the organism responsible. Blood samples may contain antibodies to the offending virus.

In persistent cases it may be necessary to collect a sample of fluid from the airways. This is usually done using a flexible endoscope.

Although medicines can be used to help clear the horse's chest and reduce the inflammation, the most important factor in treatment is allowing the horse to breathe clean fresh air.

So how can you prevent your winter schedule being disrupted by coughing? First of all, avoid feeding poor quality hay. Soaking it may help. The water damps down the dust and makes the spores swell. But it also washes the water-soluble nutrients out of the hay and so reduces the feeding value. (If there is any doubt about the hygienic quality of the hay, your veterinary surgeon or feed merchant may be able to have a sample tested to see if it is safe to feed.) Consider feeding haylage instead.

Let your horse have as much fresh air as possible. Turn out as much as the weather conditions allow. Make sure there is adequate ventilation in the stable or barn. Avoid the temptation to close the stable up, even in the coldest weather. Keep the bed as dust-free, and as clean, as possible. Do not muck out the stable with your horse in it. Give the bedding time to settle - preferably an hour or more - before bringing the horse back inside.

Give your horse clean air to breathe, and hopefully you will both enjoy a cough-free winter.
by: Mark Andrews

Read Full Article...>>>

Lensa Kontak Tak Bersih Sebabkan Keratitis

BAGI Anda yang menggunakan lensa kontak, sebaiknya harus lebih disiplin dalam menjaga kebersihan lensa kontak. Lensa kontak yang kotor dapat menyebabkan keratitis.

Keratitis adalah suatu kondisi di mana kornea bagian depan mata menjadi meradang. Kondisi ini sering ditandai dengan rasa sakit dan gangguan penglihatan. Keratitis merupakan peradangan pada kornea mata (membran transparan yang menyelimuti bagian berwarna dari mata dan pupil).

Pada saat pertama kali menggunakan softlens atau lensa kontak, biasanya diingatkan terlebih dahulu untuk selalu menjaga higienitas atau kebersihan lensa kontak. Kurangnya menjaga kebersihan lensa kontak bisa menyebabkan infeksi mata serius yang disebut acanthamoeba keratitis (AK). Infeksi pada mata dapat mengakibatkan gangguan pada penglihatan dan bisa menyebabkan kebutaan. Infeksi ini tidak hanya terjadi pada orang yang sering menggunakan soft lens, tapi sering juga dialami setiap orang yang bagian matanya terkena debu, air, dan tanah.

Faktor Penyebab dan Gejala

Keratitis dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Bakteri pada umumnya tidak dapat menyerang kornea mata yang sehat, namun beberapa kondisi dapat menyebabkan infeksi bakteri terjadi. Contohnya, luka atau trauma pada mata dapat menyebabkan kornea terinfeksi.

Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri, virus, dan jamur merupakan salah satu yang dapat menyebabkan keratitis. Penyebab lainnya adalah kekeringan pada mata yang disebabkan penggunaan lensa kontak, benda asing yang masuk ke mata, atau bahkan iritatif lainnya. Selain itu, kekurangan vitamin A dan penggunaan lensa kontak yang kurang baik juga menjadi salah satu penyebab terjadinya keratitis.

Menurut Dr Siti Fatimah Sah R SpM dari Rumah Sakit Puri Indah Kembangan Selatan, Jakarta Barat, penyebab keratitis bisa dari bakteri, virus, dan jamur alergi. “Bisa juga akibat dari kondisi mata yang kering,” katanya. Penyebab umum terjadinya penyakit ini karena trauma atau luka yang terjadi tepat di kornea mata. “Sering kali kita mengucek mata terlalu berlebihan sehingga menimbulkan luka pada kornea,” jelasnya.

Kasus keratitis sering ditemukan pada mereka yang terlalu sering menggunakan lensa kontak. Pengguna lensa kontak masih sering lalai dalam menjaga kebersihan lensa kontak.

“Misalnya lensa kontak yang jarang dibersihkan sehabis dipakai atau penggunaan lensa kontak yang sudah expired,” tuturnya.

Keratitis sering terjadi karena pasien tidak menyimpan atau mensterilkan lensa kontak dengan benar sehingga mengakibatkan terjadinya infeksi pada mata. Selain dari faktor subjek pengguna, ada pula aktivitas yang dapat menjadi faktor risiko terjadinya penyakit ini yaitu memakai lensa kontak saat berenang atau mandi di pancuran (shower) tanpa melepas lensa kontak.

Beberapa gejala yang ditimbulkan dari keratitis di antaranya, keluar air mata yang berlebihan dan rasa nyeri yang teramat sangat pada mata. Selain itu terjadi juga penurunan ketajaman penglihatan. Pada beberapa kasus juga ditemui radang pada kelopak mata yang menyebabkan mata menjadi merah dan bengkak serta sangat sensitif terhadap cahaya yang berlebih.

“Tapi dari semua gejala yang paling kita takutkan adalah kaburnya pandangan pasien,” paparnya.

Penyakit ini terjadi karena kornea mata yang terluka dan ditakutkan akan terjadi kebutaan bila tak segera mendapatkan penanganan medis. Pada kasus keratitis yang lebih lanjut dapat terlihat seperti adanya cincin yang menutupi iris mata.

Diagnosa dan Pengobatan

Diagnosa dilakukan dengan cara anamnesis dan mencaritahu riwayat awal pasien. “Untuk diagnosis itu sendiri biasanya kita tahu dari gejala-gejala yang dialami pasien,” jelasnya. Diagnosis keratitis sangat jarang dilakukan secara tepat pada tahap awal. Penyakit ini biasanya baru dapat terdiagnosa setelah semua usaha pengobatan yang dilakkukan mengalami kegagalan.

Penderita keratitis sering kali mendapat diagnosa medis yang kurang tepat, karena penyakit ini sering kali diduga sebagai herpes simpleks keratitis. Penyakit-penyakit lain yang juga memiliki kemiripan dengan keratitis adalah keratitis yang disebabkan karena jamur dan keratitis akibat mycobakteri. Diagnosis juga bisa dibuktikan dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dengan melakukan kultur biopsi kornea dengan menemukan bentuk amoebanya.

Obat tetes mata atau salep mata antibiotik, antijamur, dan antivirus biasanya diberikan untuk menyembuhkan keratitis, tapi obat-obat ini hanya boleh diberikan dengan resep dokter. “Terkadang banyak pasien yang sembarangan menggunakan tetes mata tanpa resep dari dokter,” katanya. Pengobatan yang tidak baik atau salah dapat menyebabkan perburukan gejala. Obat kortikosteroid topikal dapat menyebabkan perburukan kornea pada pasien dengan keratitis akibat virus herpes simplex.

Obat-obatan yang mengandung steroid tidak boleh digunakan untuk mata yang terkena keratitis, karena mungkin memperburuk penyakit dan menyebabkan ulserasi kornea dan menyebabkan kebutaan. Dan harus berkonsultasi dengan dokter mata atau memenuhi syarat untuk pengobatan kondisi mata.

“Biasanya dokter akan memberi obat berupa tetes mata atau salep yang dioleskan ke mata,” imbuhnya. Sedangkan untuk beberapa kasus yang berat biasanya diperlukan pencangkokan kornea agar mata bisa kembali melihat normal.

Pasien keratitis biasanya menggunakan tutup mata untuk melindungi mata dari cahaya terang, benda yang dapat mengotori mata, dan bahan iritatif lainnya. Tetapi yang lebih dianjurkan lagi adalah melakukan pengobatan ke dokter mata untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat.

Antibiotik, anti jamur, dan antivirus dapat digunakan tergantung dari kuman penyebab. Antibiotik spektrum dapat digunakan untuk pengobatan, tapi bila hasil laboratorium sudah ditemukan penyebabnya, pengobatan dapat diganti sesuai dengan kondisi pasien.

“Pemberian antibiotik itu tergantung dari penyebab keratitis itu sendiri,” paparnya. Terkadang, diperlukan lebih dari satu macam pengobatan. Terapi bedah laser terkadang dilakukan untuk kasus yang sudah berat, karena pasien membutuhkan transplantasi kornea.
http://lifestyle.okezone.com
Read Full Article...>>>

Cold Sore Blister - What is it and What Treatments Are Available?

What Is A Cold Sore Blister?

A cold sore blister is oral herpes--the most common form of herpes infection and is known as "herpes labialis",

which is the infection that occurs when the virus comes into contact with oral mucosa or abraded skin.

Active outbreaks often have what's called "prodrome" or "prodromal symptoms" that occur before you actually see the cold sore, the most common of which is "paresthesia"--the tingling or prickly sensation at the site of the cold sore before it shows up. This is a very reliable indicator that a cold sore is coming on and any preventative measures you can take should be done at this point (such as anti-virals, over-the-counter creams, ice, etc.). If you happen to have a prescription for anti-viral medications such as acyclovir or valacyclovir, you should begin taking them as soon as prodromal symptoms begin--the sooner you start the more effective they will be and the shorter and less painful and annoying your outbreak will be.

Am I Contagious?

Oral herpes is usually transmitted when there are visible sores on the person's face, however the period right before a cold sore emerges is a time during which the person is asymptomatically (showing no symptoms) shedding the virus and so is capable of infecting other people although there are no outward signs of the disease.

When one partner has herpes simplex and the other does not, the use of anti-virals like acyclovir and valacyclovir by the infected individual can significantly reduce the odds of infecting a partner by up to 50%. It is thought that asymptomatic herpes viral shedding occurs on 10.8% of days per year in patients who are not undergoing anti-viral treatment, versus 2.9% of days while on anti-viral therapy. (Source: Department of Infectious Diseases, University of North Carolina, Chapel Hill--For the full study, see: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16238897 )

How Often Will I Get Cold Sores and Can I Ever Get Rid of Them?

In a word: no. Sorry. The herpes virus, after initial infection, flees into the sensory nerve cells of the face where it remains in remission until the next outbreak (usually months and sometimes years later). Over time the frequency of the outbreaks will generally reduce (initially the outbreaks may occur every few months, as time goes on the frequency will usually decrease to once a year or so). Outbreaks typically last 2 to 21 days at a time, with about a week being on average for most people. Although, there are several vaccines currenly in Phase III trials, such as Herpevac and Zostavax, that have shown to be very promising (Source: National Institute of Health--Reference: http://www.niaid.nih.gov/dmid/stds/herpevac/ ) in dealing with the herpes simplex virus.

Treatments For Cold Sore Blisters

There are three main prescription treatments available that are prescribed for cold sore sufferers, they will all roughly produce the same result of reducing healing time by 1-2 days and decreasing the pain and irritation of the cold sore(s):

Acyclovir: Acyclovir was the original member of this drug class; it is currently available in several generic brands at greatly reduced prices. Acyclovir is the recommended anti-viral for suppressive therapy used during the last months of pregnancy to prevent transmission of herpes to the child in cases of maternal recurrent herpes.

Valacyclovir: Valacyclovir was approved by the FDA specifically for the purpose of reducing cold sore duration in people who are at least 12 years of age, and itís also been noted that Valacyclovir is absorbed much easier than other anti-virals such as Acyclovir. Valacyclovir and famcycloviróderivatives of acyclovir and pencyclovir, respectivelyóhave improved solubility in water and better bioavailability when taken orally.

Famciclovir: This medication is sometimes used to treat the herpes virus that causes cold sores as well as genital herpes (it acts on both the HSV-1 and HSV-2 strains, in other words), and studies have shown that it can work as well as Acyclovir in treating oral herpes outbreaks. Possible side effects include itching, fever, headache, fatigue, nausea, or diarrhea. Several studies in humans and mice provide evidence that early treatment with famciclovir soon after the first infection with herpes can significantly lower the chance of future outbreaks of herpes (Source: Journal of General Virology--See: http://vir.sgmjournals.org/cgi/content/full/81/10/2385 )

Cold Sore First Aid Basics

1. Do not itch or scratch! This can cause you to spread the virus to other areas of the body, particularly the eyes which can be very dangerous--herpes keratitis (herpes infection of the eye) is a leading cause of blindness in the United States (Source: Schepens Eye Research Institute, Harvard Medical School--See the study here: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9293161 )

2. Start applying ice for 10 minutes every 2 hours. Simply apply an ice cube directly to the cold sore, this will reduce inflammation and slow down the virus. It also reduces the pain and itching.

3. Start taking anti-viral medication if you've got it, see your doctor for them if you don't and would like to try anti-viral therapy.

4. Keep the area clean and dry by washing it with a clean washcloth every couple of hours; just use normal soap and water. Also, be sure to use a new washcloth each time, the old one can re-infect you with herpes and spread it to other parts of your body.

5. Apply a benzoyl peroxide-based acne cream (like Clearasil) to keep it dry until you wash it again.
by: Andrew Kawoski

Read Full Article...>>>

Simple Steps To Avoid 'Winter Itch'

(NC)-Here are some helpful tips you can follow this season to avoid the dry, itchy skin that affects so many Canadians.

# Make sure you use moisturizers regularly, particularly after bathing. Look for products, such as Uremol, which contain urea, a moisturizing factor and keratolytic agent that removes dead, dry skin to reveal softer skin.

# Avoid overheating rooms.

# Use humidifiers to keep heated indoor air moist. Humidified air is easier to breathe, too.

# In terms of washing, baths dry out the skin more than showers, and hot or cold water is more drying than warm.

# One or two thorough baths or showers a week can be supplemented by daily sponge baths under the arms.

# Use a mild soap or wear rubber gloves if you need to handle strong detergents or other chemicals.

# Avoid excessive friction on the skin, such as scrubbing with harsh washcloths or wearing woolen clothing.

# Stay away from irritants or substances which can trigger allergic reactions.

# Bundle up when you go outside. Cover exposed skin in windy or cold weather.

# Be good to your skin. Follow these steps and the advice from your physician or pharmacist. Using a moisturizer like Uremol will effectively treat dryness and even difficult areas such as heels and elbows, softening the skin and providing protection.
by: News Canada

Read Full Article...>>>

Minggu, 07 Februari 2010

Siasat Tepat Atasi Jerawat

PENGOBATAN jerawat pada kulit remaja tidak hanya harus telaten, namun juga harus tepat. Lama-kelamaan jerawat membandel pun akan malas lagi ”nangkring” di wajah Anda.

Barangkali tidak ada yang lebih mengganggu seorang remaja selain problem jerawat yang tumbuh bermekaran di wajahnya. Karena muncul di wajah yang pastinya terlihat di depan mata, mereka jadi tidak percaya diri dalam bergaul. Para remaja merasa kurang menarik jika berjerawat.

Yang terjadi, mereka akan malu untuk keluar rumah dengan wajah yang terlihat bintil-bintil berwarna kemerahan. Ujung-ujungnya, mati-matian mereka berusaha untuk menghilangkan jerawat di wajahnya. Namun, banyak anak muda yang ternyata mengobati jerawat dengan cara yang kurang tepat. Bukan mulus yang didapat, justru kulit mukanya makin meradang.

”Banyak tindakan atau pengobatan yang dilakukan remaja untuk mengatasi jerawat, justru merusak kulit muka,” kata dokter ahli kosmetika dr Arika Fitri Andini dalam acara diskusi dengan tema ”Kosmetika yang Tepat untuk Remaja dan Masalah Jerawat”, yang diselenggarakan House of Ristra di Jakarta, belum lama ini.

Sebelum menerangkan bagaimana mengobati jerawat yang tepat dan aman, Arika menjelaskan terlebih dahulu soal kulit. Menurut dia, kulit merupakan organ penting yang terletak paling luar dan paling luas sebagai pelindung tubuh.

Pada orang dewasa, luasnya kira- kira 2 meter persegi dan beratnya kurang lebih 15 persen dari berat badan. Jenis-jenis kulit terbagi tiga yaitu kulit normal, kering dan berminyak. Kulit normal ciri-cirinya adalah lembut, lembap, dan pori-pori terlihat namun tidak besar.

Kulit kering bercirikan di antaranya tidak lentur atau kendur, bersisik, agak kasar, dan produksi lemak sedikit. Sedangkan kulit berminyak, cirinya adalah pori-pori terlihat dan besar seperti kulit jeruk, mengilap, dan kelenjar minyak aktif. ”Pada kulit berminyak ini, biasanya lebih cepat timbul jerawat,” tuturnya.

Jerawat sendiri dapat didefinisikan sebagai peradangan yang disertai dengan penyumbatan pada saluran kelenjar minyak di kulit dan rambut. Arika mengatakan, jerawat dapat terjadi karena adanya peningkatan kadar minyak kulit, sumbatan saluran minyak dan terdapat infeksi bakteri propionibacterium acnes dan staphylococcus epididimydis.

”Problem remaja yang paling banyak memang jerawat dan noda hitam. Mereka yang telah memasuki masa remaja alias puber mulai dihinggapi jerawat. Begitu seorang anak memasuki masa puber, kelenjar keringat dan minyak akan memproduksi keduanya dalam jumlah besar. Nah, jika kelenjar itu tersumbat, timbullah jerawat,” ujarnya.

Terjadinya jerawat, lanjut dia, diawali dengan terbentuknya komedo, yaitu penyumbatan kulit yang terjadi karena penumpukan sel kulit mati dan sebum pada muara kelenjar minyak. Biasanya ditandai dengan bintik hitam pada daerah T, yaitu sekitar dahi, hidung, pipi bagian dalam, dan dagu. Jika tidak segera ditangani, komedo bisa meradang dan menjadi jerawat membandel.

Arika mengungkapkan faktor pemicu jerawat di antaranya hormon androgen yang tinggi pada remaja, keturunan, kebersihan kulit yang kurang serta penumpukan lapisan kulit mati, salah kosmetik, makanan berlemak seperti susu fullcream dan keju, makanan merangsang dan pedas, stres, kurang tidur serta rambut kotor dan berminyak.

Lalu, bagaimana sebaiknya mengatasi jerawat yang tepat dan aman? Dia menuturkan, kalau memang jerawat bertambah parah segera berkonsultasi ke dokter kulit terdekat. Jangan hanya melakukan facial di salon langganan, karena kegiatan tersebut hanya tindakan pembersihan kulit saja, namun jerawatnya tidak diberi obat.

Arika mengungkapkan tidak benar bahwa jerawat tidak boleh dikeluarkan atau dibersihkan. Yang tidak boleh adalah memencet sendiri dengan tangan, karena akan menimbulkan infeksi jika tercampur dengan bakteri. ”Biarkan dokter yang membersihkan jerawat tersebut,” katanya.

Jika ingin menyembuhkan jerawat sendiri, kata Arika, bersihkan muka dengan sabun pH-balanced atau memakai sabun sulfur. PH balanced artinya pH sabun yang dipakai harus sesuai pH fisiologis kulit kamu agar tidak terjadi iritasi atau keracunan. Jangan gunakan sabun mandi ataupun sabun bayi karena struktur kulit remaja sudah berbeda.

Lalu, gunakan scrub tiap dua kali seminggu. Juga oleskan acne lotion atau acne cream di tempat jerawat tumbuh. Biasanya banyak remaja yang melakukan chemical peeling atau pengelupasan kulit muka menggunakan bahan kimia di salon-salon. Arika tidak menganjurkan hal tersebut dilakukan lagi.

”Chemical peeling untuk kulit muka Asia seperti kita kurang cocok. Karena biasanya mereka hanya melakukan pengelotokan kulit. Percuma saja, jerawat akan balik lagi. Bahkan, kulit akan menjadi tipis dan pembuluh darah akan semakin lebar. Ini berbahaya. Gunakan scrub dua kali seminggu sudah cukup,” imbuhnya.

Jika telah sembuh, dia menganjurkan untuk menjaga kebersihan kulit. Caranya dengan rajin membersihkan muka dengan sabun nonalkalis atau pH-balanced selama dua kali sehari saat mandi. Untuk pria, dapat empat kali sehari. Untuk krim pembersih, gunakan cleansing milk atau cream untuk mengangkat sisa make up dan kotoran.

Alat untuk membersihkan sebaiknya menggunakan waslap basah, karena sisa make up dan kotoran dapat terangkat seluruhnya dan lebih hemat. ”Jangan gunakan tisu atau kapas karena pengangkatan kotoran dan sisa make up tidak maksimal. Apalagi, waslap basah bisa hemat tinggal dicuci dan dikeringkan bisa digunakan kembali,” terang Arika.

Setelah itu, kulit muka disempurnakan dengan penyegar (freshener). Banyak yang beranggapan fungsi penyegar ini adalah untuk mengangkat sisa cleansing milk atau cream. Menurut Arika, hal itu tidak benar. Fungsi freshener adalah untuk meringkaskan kembali pori-pori yang sudah terbuka lebar akibat proses pembersihan dengan sabun.

Proses selanjutnya adalah melembapkan dengan menggunakan moisturizer dan body lotion yang khusus untuk remaja. Sementara itu, untuk melindungi kulit sebaiknya hindari pengaruh buruk sinar matahari, karena sinar ultraviolet (UV) yang dipancarkan matahari dapat merusak kulit, di antaranya gunakan payung, topi lebar, dan pakaian yang tertutup saat bepergian ke luar rumah.

Selain itu, oleskan sunscreen non-praba seperti sunblock atau sun care di kulit sebagai alas foundation. Penggunaan lotion pelindung kulit ini penting sebagai upaya mencegah dampak dari sinar UV. ”Pakai sunblock jangan hanya kalau berenang, tapi gunakan sehari-hari. Tetapi pakai yang SPF 15-25 buatan Indonesia, jangan dari luar negeri karena tidak akan cocok,” ungkapnya.

Arika mengatakan, untuk membuang kulit tua atau mati serta mengangkat kotoran di permukaan kulit, lakukan pembersihan dengan menggunakan scrub cream selama dua kali dalam seminggu bagi kulit normal serta berminyak dan satu kali seminggu untuk kulit kering.

Lalu, bagaimana mengatasi noda hitam bekas jerawat? Arika menuturkan sebenarnya noda hitam akan hilang dengan sendirinya. Namun, hal itu dapat dipercepat dengan pemakaian scrub cream dan kosmetika pemutih yang aman. Sedangkan bagi yang sudah terlanjur berlubang meninggalkan bopeng/scar di wajah, dapat dilakukan tindakan dokter dengan cara electrocoagulasi, dermabrasi, atau mesotherapy.

”Nanti kulitnya akan dinaikkan kembali dengan suatu alat, sehingga kulit yang berlubang atau bopeng-bopeng akan terlihat mulus dan rata kembali.
Memang ini butuh waktu yang lama,” katanya.

Corporate Public Relation Officer House of Ristra Etika Setiawanti mengatakan, tempatnya dapat memberikan layanan terpadu dan modern dalam menangani problem kesehatan dan kecantikan kulit secara bertanggung jawab. Di sana digunakan alat medis modern yang dioperasikan dokter ahli kecantikan andal, yang terbukti aman dan efektif karena telah melalui tahap uji klinis dan bergaransi.

”Perawatan di House of Ristra dijalankan berdasarkan konsep kesehatan kulit yang mempertimbangkan tiga faktor, yaitu lingkungan alam, kulit manusia, dan kosmetiknya sendiri,” tuturnya.
http://lifestyle.okezone.com
Read Full Article...>>>

Kaitan Virginitas dengan Kanker Serviks

KANKER serviks atau leher rahim menjadi momok bagi wanita. Berbagai faktor risiko telah banyak diungkap mengapa seorang wanita bisa divonis kanker. Satu hal baru, usia kehilangan virginitas ternyata menjadi penyebabnya.

Pada akhir tahun lalu, para peneliti asal Inggris baru saja merilis penemuan baru yang mencengangkan terkait usia pertama kali wanita berhubungan seks pada risiko penyakit mematikan, yakni kanker.

Penelitian yang dilaporkan oleh BBC tersebut memaparkan kajian baru tentang kanker serviks, sebuah penyakit yang berhubungan dengan penyakit menular seksual (human papillomavirus/HPV) pada wanita. Seperti dilaporkan, kajian dilakukan pada 20 ribu wanita yang kemudian menegaskan bahwa berhubungan seks pada usia dini dapat melipatgandakan risiko pelakunya terhadap perkembangan kanker serviks kelak di kemudian hari kehidupannya.

Usut punya usut, para peneliti menyatakan bahwa wanita miskin cenderung memiliki risiko lebih tinggi terhadap kanker serviks, dibanding wanita yang lebih kaya.

Sebenarnya, bukan karena penyakit menular seksual bersikap diskriminatif. Bagaimanapun, kata para peneliti, wanita yang hidup di negara berkembang (dan wilayah miskin dari negara berkembang di mana angka lulusan sekolah menengah umum atau SMU-nya rendah, misalnya), seringkali memiliki sedikit informasi mengenai seks aman. Mereka cenderung membuat keputusan untuk melakukan seks tidak aman atau melakukan hubungan seks lebih dini daripada wanita yang hidup di daerah lebih makmur.

Kajian ini dilakukan oleh International Agency for Research on Cancer dan telah dipublikasikan di Journal of Cancer tersebut memberikan gambaran bahwa kini vaksin HPV akan semakin banyak diperlukan daripada sebelumnya.
Fitri Yulianti - Okezone
Read Full Article...>>>

Cara Sederhana Cegah DBD

TAK hanya di musim hujan, kini demam berdarah bisa datang kapan saja. Namun, Anda jangan dulu panik. Penyakit ini sebenarnya bisa dicegah kok dengan cara yang sederhana.

Demam berdarah masih menjadi penyakit penyebab kematian yang harus diwaspadai. Biasanya penyakit yang disebabkan gigitan nyamuk aedes aegypti ini banyak berjangkit pada musim hujan. Namun, seiring perubahan lingkungan dan siklus atau daur hidup nyamuk itu sendiri, penyakit mematikan ini dapat menyerang setiap saat tanpa mengenal musim.

”Kewaspadaan tetap harus ditingkatkan pada musim penghujan karena banyak terdapat genangan air yang bisa menjadi sarang nyamuk belang aedes aegypti sebagai biang penyebar demam berdarah dengue (DBD),” ujar pakar kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Dr Tri Yunis Miko W MSc. Nah, sebaiknya kini Anda mulai waspada, jangan sampai Anda dan keluarga terjangkit penyakit ini.

Tri Yunis mengatakan, penyakit demam berdarah merupakan penyakit infeksi yang terjadi di negara-negara tropis. “Penyakit ini ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes aegypti dan A. Albopictus,” kata dokter yang mengambil gelar epidomology di Public Health University, Manila, Filipina.

Adapun gejala DBD bisa terjadi secara mendadak dan berlangsung selama 2 sampai 7 hari. Demam pada penderita DBD sering disebut demam pelana kuda. Sebab, suhu tubuh penderita cenderung turun-naik (3 hari panas, hari ke-4 turun, dan naik lagi pada hari ke-5).

“Perubahan suhu ini sering kali mengecoh. Saat suhu tubuh anak yang awalnya tinggi kemudian menurun, si ibu mengira anaknya sudah sembuh. Padahal bisa jadi anak mengalami shock,“ tuturnya saat acara peluncuran Program “Gerakan Nasional Cegah Demam Berdarah” yang diadakan produk Baygon dari PT Johnson Home Hygiene Products (PT JHHP).

Hidup bersih dengan tidak membiarkan ada satu pun jentik nyamuk di rumah dan lingkungan sekitar merupakan upaya pencegahan terbaik. Pada dasarnya kasus DBD dapat ditanggulangi asalkan tidak terlambat mendapat pertolongan medis.

“Hanya sebagian kecil kasus DBD yang tergolong parah atau dengue shock syndrome,” ujarnya.

Fase infeksi dengue terbagi tiga, yaitu fase demam, fase kritis, dan fase penyembuhan. Pada fase demam, ibu bisa melakukan beberapa terapi demam seperti pemberian obat penurun panas, kompres hangat, dan terapi suportif melalui pemberian oralit, larutan gula garam, jus buah dan susu.

“Pastikan anak mendapat asupan cairan dengan cara minum. Jika anak bisa buang air kecil setiap 4-6 jam, itu bisa jadi indikator bahwa cairannya sudah cukup. Selain itu, ukur suhu tubuhnya setiap 4-6 jam,” sebutnya.

“Pada fase kritis umumnya penderita tidak bisa makan dan minum karena tidak nafsu makan atau muntah-muntah. Jadi, harus benar-benar dirawat,” ujarnya.

Miko menuturkan, pada fase ini jumlah cairan juga tetap harus mencukupi agar terhindar dari risiko perdarahan. Jika penderita tidak dapat makan dan minum melalui mulut (apalagi terjadi shock), maka dokter biasanya akan mengindikasikan pemberian cairan infus. “Perbanyak asupan cairan diwajibkan bagi mereka yang menderita demam berdarah,” pesan Miko.

Menjaga tubuh dari dehidrasi juga penting dilakukan agar demam tidak berkembang menjadi shock. Adapun pertanda dehidrasi berupa kulit, bibir, dan lidah menjadi kering, tampak kehausan, sudah lama tidak buang air kecil dan kelenturan kulit menurun (bila kulit dinding perut dicubit tidak bisa membal kembali). Sementara tanda-tanda kalau sudah terancam shock di antaranya nadi cepat namun melemah, berkeringat dan kulit dingin.

Pakar Entomologi Kesehatan Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr drh Upik Kusumawati Hadi MS mengatakan, mencegah demam berdarah bisa dilakukan dari cara yang paling sederhana, yaitu pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang bisa dilakukan dengan kegiatan 3M PLUS yaitu menguras tempat berkembang biak jentik, menutup wadah air, mengubur kaleng dan ban bekas,dan menggunakan obat antinyamuk serta menggunakan kelambu (mosquito net) dilakukan secara sistematis, terus-menerus, dan serentak.
http://lifestyle.okezone.com
Read Full Article...>>>

Senin, 01 Februari 2010

Chronic Hives Condition - How To Treat This Condition

Understand that chronic hives can be caused by many things. The itchy, swollen areas of skin are often referred to as wheals. Acute cases of hives that last for less than six weeks are usually caused by an allergen such as a food or certain medications. Long-lasting hives however are not normally an allergic reaction, and look no different to acute urticaria but can be quite painful and difficult to manage. Chronic hives, which last for six weeks or longer, accounts for up to a third of all hives cases.

The hives are caused by an inflammatory reaction in the skin, whereby capillaries in the upper dermis level of the skin leak, causing a reddish swelling. Hives are a reaction of the body to something in the environment or within the body itself. Stress and poor emotional well being has long been linked to cases of skin hives. If you are suffering from a prolonged case of chronic hives, your doctor will generally run tests to first rule out an allergic reaction, then check that the urticaria is not an auto-immune response. Recent research suggests that chronic hives may in fact be a reaction of the immune system against the skin, with uncertain cause.

Approaches to finding a hives treatment and controlling future outbreaks relate to stemming the factors that tend to exacerbate the condition. For example, scratching is a key way in which hives is encouraged to worsen, so the application of ointments can prevent the itchiness and promote healing. Other triggers of chronic hives cases include heat and friction on the skin such as that caused by constricting clothing like bras and belts. There are environmental causes of hives such as cold or sun-exposure, vibration (though less common) and inhalation of pollens and substances like pollens and dust, so avoiding these environmental triggers is important in such cases.

A hives rash can also be triggered by infections in the body, such as bladder or vaginal infections, sinus infections - even Athlete's foot may cause an outbreak. When an infection is to blame, treating it usually results in relief from the chronic hives condition too.

Some people find relief through creams and ointments while others prefer to take medications. Other medications that may be effective are antihistamines, with the drowsiness-causing antihistamines recommended for use only at night. Antihistamines suitable for daytime use include Claritin and Zyrtec, while evening medications include Benadryl and Atarax. Some antihistamines like Claritin are readily available over the counter while others are prescription only.

H2 blockers such as Zantac work on a different set of antihistamine receptors in the body. All types of antihistamine medications work by reducing the release of histamine in the skin cells, which causes the red hives. Other medical treatments include oral steroids such as Prednisone that may be used to treat chronic cases of hives that do not respond to antihistamines - however the prolonged use of steroids is not advised. Generally the dosage of oral steroids will be reduced as the hives come under control.

Very occasionally, foods are the cause of cases of chronic hives, and so allergy testing is recommended. If hives last for longer than two to three months it is a good idea to see a specialist, however unfortunately it is likely that the cause may never be found.
by: Sonya Tyler

Read Full Article...>>>

Biduran, Kaligata, atau Urtikaria

Biduran adalah gangguan berupa bentol-bentol di kulit, sangat gatal, kadang-kadang disertai rasa nyeri atau panas. Gangguan yang juga kerap disebut kaligata ini, jika parah, sering disertai bengkak di bibir, kelopak mata, dan daun telinga.

Dalam bahasa medis, biduran disebut urtikaria. Dasar terjadinya adalah alergi. Jika seorang yang sensitif terpapar bahan yang bersifat alergen, misalnya makan telur, terkena ulat bulu, dll, maka tubuhnya serta merta memproduksi senyawa kimia yang disebut histamin. Senyawa inilah yang menjadi biang rasa gatal. Histamin juga menyebabkan merembesnya cairan dari dalam pembuluh darah, sehingga menimbulkan bentol di kulit atau bengkak di bibir atau tempat lainnya.

Alergen yang dapat mencetuskan biduran banyak macamnya, bisa makanan tertentu, obat-obatan, gigitan serangga, cuaca (hawa dingin atau panas), assesoris seperti arloji, gelang, cincin, dan lain-lain. Walaupun demikian, setiap penderita biduran mempunyai jenis alergen masing-masing, misalnya terhadap udang saja, terhadap daging ayam saja, terhadap bahan karet, dan sebagainya.

Pada biduran ringan, gejala biasanya hilang sendiri tanpa pengobatan. Lain halnya jika biduran cukup berat, dibutuhkan obat minum untuk mengatasinya. Obat yang digunakan antara lain antihistamin (CTM, difenhidramin, setirizin, loratadin, interhistin, dll) atau kombinasi antihistamin dengan kortikosteroid misalnya alegi, dextafen, dexteem, dll. Setelah mengkonsumsi obat ini, umumnya gejala biduran segera hilang, tapi bukan berarti sembuh sempurna. Di lain waktu, jika terpapar alergen lagi, biduran akan muncul kembali.

Cara terbaik untuk mencegah kambuhnya biduran adalah dengan menghindari paparan alergen. Untuk itu, langkah pertama adalah mengenali bahan atau hal apa saja yang dapat memicu biduran, kemudian menghindarinya selamanya. Masalahnya, pada beberapa orang sering kali biang alergen sulit diketahui. Selain itu, ada beberapa jenis alergen yang memang sulit dihindari, misalnya hawa dingin. Untuk kasus seperti ini, sebaiknya selalu membawa obat antialergi sebagai antisipasi jika biduran menyerang.
http://www.wartamedika.com

Read Full Article...>>>

Cara Alami Sembuh Dari Sakit Tenggorokan

Jakarta, Sakit tenggorokan adalah penyakit yang bisa diderita oleh siapa saja, tidak peduli orang dewasa ataupun anak-anak. Jika sudah mengalami sakit tenggorokan maka akan berpengaruh terhadap nafsu makan orang tersebut, biasanya membuat nafsu makan berkurang.

Penyakit ini adalah peradangan akut yang terjadi pada membran selaput lendir di bagian bawah ujung tenggorokan, kemungkinan juga terjadi peradangan bagian amandel dan langit-langit mulut yang lunak. Indikasi utama pada sakit tenggorokan adalah rasa sakit ketika sedang menelan dan kadang-kadang seperti rasa panas terbakar di tenggorokan.

Penyebab penyakit ini adalah karena terlalu sering mengonsumsi minuman dingin, adanya infeksi akibat bernapas melalui mulut, alergi atau bisa juga karena sebab yang lain. Biasanya orang ketika sakit tenggorokan mengonsumsi antibiotik, padahal tidak semua sakit tenggorokan disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus.

Berikut ini adalah beberapa pengobatan alami untuk mengatasi sakit tenggorokan, seperti dikutip dari Health, Selasa (1/9/2009):

1. Berkumur dengan jus lidah buaya dua kali sehari.
2. Berkumur dengan campuran setengah sendok teh klorofil yang dicampur dengan setengah cangkir air, berkumur sebanyak 3 kali sehari.
3. Campurkan satu sendok teh sari cuka apel, satu sendok teh lada cayenne dan 3 sendok makan madu yang dicampurkan dalam segelas air hangat, berkumurlah sesuai dengan kebutuhan.
4. Buat teh chamomile yang ditambahkan dengan 1 sampai 2 sendok teh bubuk chamomile yang dikeringkan dalam air panas, minum setiap beberapa jam sekali.
5. Iris jahe seperti koin dan letakkan dalam teko kecil, lalu seduh dengan air panas seperti membuat teh hingga warnanya coklat kekuning-kuningan. Tambahkan 3 sendok makan madu untuk membuat rasa menjadi manis, lalu minum secara perlahan-lahan.
6. Teteskan 5 tetes ekstrak biji buah anggur yang dicampurkan dengan air lalu kumur secara perlahan-lahan. Ekstrak ini berguna sebagai antimikroba dan membunuh bakteri.
7. Campurkan seperempat sari cuka apel ditambahkan seperempat madu, lalu minum setiap 4 jam sekali untuk mengurangi rasa sakit.
8. Campurkan madu dengan jus lemon dalam satu sendok makan, lalu berkumur dan biarkan berada di tenggorokan beberapa saat. Ini berguna untuk membantu mengurangi iritasi, lakukan beberapa kali dalam sehari.
9. Buat campuran jus lemon dengan satu sendok teh garam dalam secangkir air hangat, berkumurlah 3 kali sehari selama 1 menit.
10. Campurkan segelas air hangat dengan satu sendok teh garam, lalu berkumurlah beberapa kali dalam sehari.


Dengan menggunakan pengobatan yang alami, maka Anda mengurangi memasukkan zat-zat kimia yang terdapat dalam antibiotik ke dalam tubuh sehingga lebih aman. Serta mengurangi efek samping yang bisa ditimbulkan. Selamat mencoba.
http://health.detik.com

Read Full Article...>>>

Sore Throat - Home Remedy Relief

Sore throat is nothing but infection in throat causing discomfort during speech and swallowing. The main causes for a sore throat are Pollution in air or water, climate changes and could be a result of cold and fever.

Natural Relief

Use warm salt water to gargle at least twice daily early in the morning and before bedtime at night.

Add 1 tsp turmeric powder with warm milk make an excellent antibiotic for sore throats.

Boil Indian basil leaves / cumin seeds in water and use instead of water. It works wonders.

Cinnamon with milk and roasted cloves chewed slowly also relives sore throats.

Things to avoid

Chilled beverages and ice creams

Gums

Spicy foods

Hard to swallow foods that require lots of chewing

Sweets

Foods with artificial flavors and preservatives

Unhygienic water and foods.

Smoking and alcohol
by: M.Leonard Alexander
Read Full Article...>>>